About this blog
Pendidikan Luar Biasa
Sejarah perkembangan pendidikan bagi penyandang
cacat di Indonesia pada dasarnya dapat dilihat dari dua periode yaitu periode
sebelum kemerdekaan dansetelah kemerdekaan.Berdirinya Blinden Instituut tahun
1901 di Bandung yang diprakarsai oleh dr. Westhoff merupakan awal pelayanan
terhadap penyandang cacat dimana para tunanetra diberikan latihan dengan
programshetered workshop(bengkel kerja). Program inilah yang merupakan cikal
bakal berdirinya sekolah khusus bagi tunanetra di Indonesia. Selanjutnya pada
tahun 1927, juga di Bandung, dibuka sekolah khusus bagi anak tunagrahita yang
didirikan oleh Bijzonder Onderwijs yang diprakarsai oleh seorang yang bernama
Folker, sehingga sekolah ini disebut Folker School. Pada tahun1930 sekolah
khusus untuktunarungu wicara
juga dibuka di Bandung oleh seorang Belanda yang bernama C.M. Roelsema.Pada masa kemerdekaan, keberadaan sekolah bagi penyandang cacat makinterjamin dengan adanya UUD 45 yang menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Di samping itu UU Pendidikan No 12 tahun 1954 memuat ketentuan tentang pendidikan dan pengajaranluar biasa. Mulai saat itulah sekolah bagi penyandang cacat disebut Sekolah Luar Biasa (SLB).Penyelenggara SLB, sejak dulu hingga kini, sebagian besar adalah pihak swasta yang berupa yayasan.Meskipun demikian penyelenggaraan SLB dibina oleh pemerintah yang mula-mula oleh Seksi Pengajaran Luar Biasa merupakan bagian dari Balai Pendidikan Guru kemudian oleh Urusan Pendidikan Luar Biasa, bagiandari Jawatan Pengajaran, selanjutnya oleh Urusan Pendidikan Luar biasa, bagian dari Jawatan Pendidikan Umum . Sejak tahun 1980 SLB dibina oleh Subdirektorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (Subdit. PSLB), di bawah Direktorat Pendidikan Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Selanjutnya Subdit. PSLB ditingkatnya fungsinya menjadi Direktorat Pendidikan Luar Biasa(Dit. PLB). Dan terakhir Direktorat ini berubah menjadi Dit. PSLB.Perjalanan pendidikan bagi penyandang cacat telah berjalan lebih dari satu abad.Selama kurun waktu tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan luar biasa telah berkembang secara kuantitatif maupun kualitatif. Jumlah SLB makinmeningkat, lembaga pemerintah yang mengurusnya semakin besar, Lembagapenyiapan gurunya juga telah berkembang hingga di LPTK perguruan tinggi,sistem layanan pendidikannya bervariasi seturut dengan perkembangan kesadaran masyarakat nasional maupun internasional. Meskipun demikian, kemajuan PLB di Indonesia tidak luput dari berbagai masalah atau tantangan dalam perkembangannya.Dalam rangka mengembangkan PLB di Indonesia, beberapa isu penting mengenai PLB baik dalam skala nasional maupun internasional perlu mendapat perhatian.Beberapa isu yang terkait dengan penyelenggaraan PLB di antaranya:
juga dibuka di Bandung oleh seorang Belanda yang bernama C.M. Roelsema.Pada masa kemerdekaan, keberadaan sekolah bagi penyandang cacat makinterjamin dengan adanya UUD 45 yang menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Di samping itu UU Pendidikan No 12 tahun 1954 memuat ketentuan tentang pendidikan dan pengajaranluar biasa. Mulai saat itulah sekolah bagi penyandang cacat disebut Sekolah Luar Biasa (SLB).Penyelenggara SLB, sejak dulu hingga kini, sebagian besar adalah pihak swasta yang berupa yayasan.Meskipun demikian penyelenggaraan SLB dibina oleh pemerintah yang mula-mula oleh Seksi Pengajaran Luar Biasa merupakan bagian dari Balai Pendidikan Guru kemudian oleh Urusan Pendidikan Luar Biasa, bagiandari Jawatan Pengajaran, selanjutnya oleh Urusan Pendidikan Luar biasa, bagian dari Jawatan Pendidikan Umum . Sejak tahun 1980 SLB dibina oleh Subdirektorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (Subdit. PSLB), di bawah Direktorat Pendidikan Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Selanjutnya Subdit. PSLB ditingkatnya fungsinya menjadi Direktorat Pendidikan Luar Biasa(Dit. PLB). Dan terakhir Direktorat ini berubah menjadi Dit. PSLB.Perjalanan pendidikan bagi penyandang cacat telah berjalan lebih dari satu abad.Selama kurun waktu tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan luar biasa telah berkembang secara kuantitatif maupun kualitatif. Jumlah SLB makinmeningkat, lembaga pemerintah yang mengurusnya semakin besar, Lembagapenyiapan gurunya juga telah berkembang hingga di LPTK perguruan tinggi,sistem layanan pendidikannya bervariasi seturut dengan perkembangan kesadaran masyarakat nasional maupun internasional. Meskipun demikian, kemajuan PLB di Indonesia tidak luput dari berbagai masalah atau tantangan dalam perkembangannya.Dalam rangka mengembangkan PLB di Indonesia, beberapa isu penting mengenai PLB baik dalam skala nasional maupun internasional perlu mendapat perhatian.Beberapa isu yang terkait dengan penyelenggaraan PLB di antaranya:
(1) Paradigma dan konsep PLB dalam persepektif
Internasional,
(2) Sistem layananpendidikan
(3) Fungsi dan peran SLB
(4) Profesionalisme PLB.
Paradigma Baru PLB
Dalam perspektif internasional, paradigma
pendidikan bagi penyandang cacat telah mengalami perubahan.
Perubahan yang paling utama adalah orientasi
dalam mendefinisikan penyandang cacat sebagai o
byek formalnya.Mula-mula yangmenjadi sasaran
pendidikan luar biasa (special education) adalah anak ataupeserta didik yang
cacat (children with disabilities), dimana anak dilihat dari jenis kecacatannya
seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan sebagainya. Sedangkanpada konsep
yang terbaru sasaran pendidikan luar biasa difokuskan pada anak dengan jenis
kebutuhan individu dan hambatan belajar yang dialaminya (special needs and
barrier to lerning). Sehubungan dengan hal itu pendidikan luar biasa (special
education) berubah menjadi pendidikan kebutuhan khusus (special
needseducation).Dengan paradigma yang baru obyek formal pendidikan luar biasa
yang dulu disebut anak luar biasa (ALB) dalam bahasa Inggrisdisebut disable
childrenatau exceptional chldren bergeser menjadi anak dengan kebutuhan khusus
(ABK) children with special needs atau children with special educational
needs.Kebutuhan khusus (special needs) ditinjau dari asalnya bisa dari diri
sendiri, dari lingkungan, maupun kombinasi dari keduanya, sedangkan ditinjau
dari sifatnyabisa bersifat temporer (sementara) maupun permanen (menetap).
Berdasarkan pemahaman ini maka sasaran pendidikan luar biasa (special needs
education) menjadi luas dimana anak yang memiliki kebutuhan khusus yang terkait
dengan hambatan belajar dan perkembangan. Sehubungan dengan pemahaman baru
tentang sasaran didiknya, maka pendidikanluar biasa (special needs education)
memiliki fungsi untuk mencegah, menangani,dan mengkompensasikan hambatan
belajar anak.
Sistem Layanan Pendidikan
Sejak tahun 1901 hingga sekitar tahun 1970an
pendidikan bagi penyandang cacatmasih terfokus pada layanan pendidikan yang
segregatif (terpisah) dimana penyandang cacat dididik atau bersekolah di
lembaga yang terpisah dari lembaga pendidikan atau sekolah pada umumnya.
Sehubungan dengan paradigma dan konsep baru pendidikan luar biasa sistem
pendidikansemacam itu dianggap tidak manusiawi lagi. Pada kenyataannya dalam
kehidupan sehari-hari penyandang cacat pun harus hidup di lingkungan pada
umumnya (normal) sehingga memisahkannya sejak kecil di lingkungan sekolah yang
khusus dapat menghambat proses sosialisi paska sekolah. Sejak tahun 1970an
Indonesia telah memperkenalkan sistem layanan pendidikan(sekolah) dimana penyandang
cacat bersekolah bersama sama dengan anak pada umumnya sekolah reguler yang
disebut dengan sekolah terpadu (integrasi). Sistem sekolah terpadu ini sebagian
besar melayani anak tunanetra sementara anak dengan kecacatan lain belum banyak
mengikuti sistem sekolah terpadu ini.Dalam perkembangan selanjutnya Indonesia
juga memperkenalkan layanan pendidikan yang didasari oleh filosofi inklusi yang
diamanatkan oleh PBB melalui prinsip Education for All (pendidikan untuk
semua). Sayangnya filospendidikan inklusif ini telah dipraktekkan secara
terburu-buru di Indonesia sehingga hasilnya kurang memuaskan dan sering disalah
artikan oleh para pelakupendidikan di lapangan maupun di tataran
birokratnya.Salah satu kasus yangpaling populer akibat sosialisasi yang keliru
ada sekolah memindahkanpenyandang cacat dari SLB ke sekolah tersebut dengan
tujuan agar sekolahnyamenjadi inklusi.Dengan pendidikan inklusif, penyandang
cacat akan belajar di sekolah mana sajatak terbatas di SLB oleh karenanya
guru-guru SLB sangat berpotensi berkembang perannya di lembaga pendidikan
manapun.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Anda Pengunjung Ke
Powered by Blogger.
1 comments:
terimakasih atas infonya kak :)
Post a Comment